Fenomena Lumpur Lapindo

Tahun 2006, di Indonesia terkena empat  bencana dalam kategori skala besar, pertama adalah Gempa Bumi Yogyakarta tgl 27-mei-2006, dua hari setelah itu mulai lumpur lapindo menyembur, kemudian gempa bumi kedua disertai tsunami mengenai pantai pangandaran tgl 17-juli-2006. Terakhir tepat tgl 22-11-2006 pipa gas lumpur lapindo meledak mengeluarkan api yang menyala sangat hebat, Api Ledakan Pipa Pertamina di Lapindo Berlafal Allah & Kuda Laut

Rentetan empat peristiwa tersebut tentu ada makna yang sangat dalam, utamanya pada lumpur lapindo yang menyemburkan lumpur berjuta-juta kubic.
Setelah lumpur lapindo bergejolak, peristiwa alam lainnya adalah munculnya anak gunung kelud di Kediri, dimulai juga tahun 2007, berikut kawah normal gunung kelud:

Rabu, 12 Sept 2007, Suhu Kawah Kelud Naik
Lebihi Batas Normal, Pengunjung Diminta Waspada
KEDIRI- Awas! Aktivitas Gunung Kelud mulai meningkat. Suhu air kawahnya melebihi batas normal. Menurut Khoirul Huda, petugas Pos Pengamat Gunung Kelud, perubahan aktivitas itu terjadi sejak Senin malam, sekitar pukul 19.00. Tepat sehari setelah prosesi larung sesaji yang digelar di sana pada Minggu pagi. “Suhunya naik menjadi 33 derajat celcius. Normalnya 30 derajat,” ujarnya saat ditemui Radar Kediri di posnya, kemarin.
Peningkatan suhu air kawah itu, ungkap Khoirul, diiringi sejumlah peristiwa lain. Yaitu, keluarnya bau belerang yang semakin menyengat dan terjadinya gempa vulkanik hingga 16 kali. Perubahan ini dirasakan sejumlah pekerja yang sedang menggarap outlet. Yaitu, tempat pembuangan air kawah yang akan dijadikan kolam renang air hangat. Jaraknya sekitar satu kilometer dari kawah. Sekitar pukul 09.00, kemarin pagi, tiba-tiba mereka mengeluh sesak napas. “Mereka (pekerja) datang ke sini (kantor pengamat) untuk melapor,” jelas Khoirul. Para pekerja tersebut memang berasal dari desa setempat, Sugihwaras.
Khoirul menduga, sesak napas yang mereka alami merupakan reaksi dari gas yang dihirupnya. “Biasanya dari kawah yang muncul CO2 dan H2S. Tetapi, kita tidak bisa memastikan,” katanya. Untuk menjaga kemungkinan terburuk, dia lantas melapor ke Badan Kesbanglinmas Kabupaten Kediri. Saat itu juga, atas permintaan badan kesbanglinmas, loket masuk kawasan Kelud ditutup sementara sekitar dua jam. Selanjutnya, pengunjung yang masuk ke kawasan wisata dilarang mendekati kawah. “Kami khawatir sewaktu-waktu terjadi letupan gas membahayakan. Jadi, sementara ini, jangan ke kawah dulu,” saran Khoirul. Meski demikian, dia mengatakan bahwa status gunung berapi yang pernah meletus pada 10 Februari 1990 pukul 11.41 itu masih aktif normal. “Kita lihat dulu perkembangannya. Bisa kembali seperti biasanya atau tidak,” lanjut pria berkacamata ini. Dia menerangkan, meski ada kenaikan suhu, belum bisa dipastikan bahwa gunung akan meletus. Sebab, masih banyak faktor lain yang mempengaruhi. Di antaranya dengan melihat seismik, deformasi, serta unsur kimiawi air kawah. Kenaikan suhu itu sendiri merupakan gejala yang wajar pada gunung berapi aktif seperti Kelud. “Makanya, besok wisatawan tetap boleh masuk. Tetapi, jangan ke kawah. Pekerja juga bisa kembali kerja,” tutur Khoirul.
Lebih lanjut dikatakannya, untuk menentukan kenaikan status gunung berapi, harus melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi yang berada di Bandung. Pengamat gunung berapi seperti dia hanya bertugas mengumpulkan dan mengirimkan data yang kemudian diolah di Kota Kembang tersebut. “Setelah itu, hasil dari Bandung, naik atau tidaknya status, disampaikan ke Pemkab Kediri untuk menentukan langkah selanjutnya,” jelas Khoirul. Untuk itu, dia meminta masyarakat tidak panik dan tetap beraktivitas seperti biasa. Sementara itu, sejumlah pejabat pemkab kemarin langsung meluncur ke lokasi. Mereka mendatangi kantor Khoirul untuk memantau keadaan. Di antaranya adalah Kepala Kantor Pariwisata Mujianto, Kabid Linmas Bakesbanglinmas Dedy Sadria, Plt Kepala Dinas Kimpraswil Moh. Mir’an, dan Kabag Humas Pemkab Sigit Rahardjo.
Saat ditemui di rest area, Sigit mengaku, kedatangan mereka karena dilatarbelakangi kepanikan warga Desa Sugihwaras. “Kebetulan kami ada di Ngancar, ada evaluasi acara kemarin (larung sesaji, Red),” katanya. Dia menegaskan, kondisi Gunung Kelud baik-baik saja. Hanya ada kenaikan suhu. Bahkan, wisatawan tetap boleh berkunjung. “Tetapi, memang jangan sampai ke kawah. Kalau ke gardu pandang tidak apa-apa,” tuturnya. (dea)

Setelah suhu kawah gunung kelud mulai meninggi, berangsur-angsur tumbuh anak kelud mulai muncul, perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit,

Pertumbuhan dilaporkan, Kamis, 14 Feb 2008,    Sehari 2,5 Meter, Anak Kelud Sudah 240 Meter, “ KEDIRI – Anak Gunung Kelud terus tumbuh. Menurut Budi Prianto, petugas Pos Pengamat Gunung Kelud di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, kemarin (13/2), tinggi kubah lava sudah mencapai 240 meter dengan diameter 400 meter.     Itu berarti pertumbuhannya mencapai 30 meter dalam dua minggu atau sekitar 2,5 meter setiap hari. Sebab, pada akhir Januari lalu, ketinggian anak gunung yang tumbuh dari dasar danau kawah itu masih 210 meter.

Kubah lava itu kali pertama terdeteksi pada 4 November 2007. Awalnya hanya berupa noktah hitam di tengah danau kawah disertai kepulan asap putih yang tebal. Lalu, dari hari ke hari, noktah hitam tersebut semakin besar dan akhirnya membentuk kubah lava. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), aktivitas dalam dapur magma yang berada di bawah kawah tak mampu menjebol sumbat lava. Karena itu, Kelud tak jadi meletus dan muncullah anak gunung tersebut. Di keremangan pukul 04.30,lelehan lava dari anak Gunung Kelud tampak membara.

Sampai kemudian tumbuh besar membara dengan perlahan tapi pasti, seperti terlihat pada gambar dibawah ini

Sampai tahun ini, mulai surut aktivitas dan mulai menurun tingkat pertumbuhan anak gunung kelud, seperti yang terlihat pada foto dibawah ini

Terakhir anak gunung kelud sudah muncul sempurna, seonggok material batu telah terbentuk seperti anak gunung baru

Sejarah Tanah Jawa

Sebuah proses alam antara gempa yogya, muncul lumpur lapindo kemudian sampai muncul anak gunung kelud, itulah sebuah gejala alam bagai layar film yang dipertontonkan kepada kita semua. Pada hakikatnya dua daerah yaitu lumpur lapindo dan gunung kelud pada jaman dahulu adalah sebuah daerah yang terkait.
Tersebutlah sebuah sejarah tanah jawa dimulai dengan abad 7 sampai 8 Masehi sebuah monumen besar berdiri yaitu candi borobudur dan candi prambanan. Dinasti penguasa tanah jawa yaitu dinasti sanjaya (hindu) dan  syailendra (budha) membuat sebuah monumen yang menjadi icon paling monumental sepanjang sejarah tanah jawa, candi prambanan dengan corak hindu di bangun dinasti sanjaya, kemudian menyusul bangunan borobudur dibangun oleh dinasti syailendra. Ornamen hindu terlihat pada bangunan seperti foto dibawah ini

Setelah itu, muncul bangunan  yang lebih megah lain yang berbeda coraknya, dengan penggambaran budha, seperti pada foto dibawah ini:
Dua bangunan sejarah paling besar dan megah dibangun pada jaman mataram kuno di tanah jawa. Bangunan ini adalah warisan sejarah dari kerajaan medang (mataram kuno) yang berkuasa di tanah jawa tahun 752–1045 Masehi. Bandingkan dengan kelahiran nabi muhammad SAW pada tahun 570 Masehi  sampai beliau wafat tahun 632 Masehi. Ketika Islam muncul, maka hampir 120 tahun kemudian di tanah jawa lahir dinasti sanjaya yang mampu membuat candi-candi yang berarti unsur teknologi jaman itu sudah maju, sayangnya tanah jawa selalu di landa peperangan lokal antar raja.
Tersebutlah kerajaan medang (mataram kuno) selaku penguasa tanah jawa berpusat jawa tengah, sampai kemudian harus memindahkan ibu kota kerajaan ke jawa timur (menurut pendapat para ahli karena letusan merapi dan gempa bumi) sehingga jaman mpu sindok kerajaan berpindah ke Jawa Timur, lebih tepatnya Tamwlang maupun Watugaluh daerah jombang. Raja terakhir dari kerajaan medang ini adalah Dharmawangsa yang bergelar Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa yang memerintah pada tahun 991–1007 atau 1016 dengan pusat kerajaan di wwatan (daerah madiun/ngawi).
Menurut sejarah, terjadi pertikaian antara kerajaan Sriwijaya (pelambang, kalimantan) dan Kerajaan Medang di Jawa, hingga akhirnya sebuah kehancuran dari kerajaan medang. Prasasti Pucangan mengisahkan kehancuran Kerajaan Medang yang dikenal dengan sebutan Mahapralaya atau “kematian besar”. Dikisahkan Dharmawangsa menikahkan putrinya dengan seorang pangeran Bali yang baru berusia 16 tahun, bernama Airlangga. Di tengah keramaian pesta, tiba-tiba istana diserang Raja  Wurawari dari Lwaram dengan bantuan tentara  Sriwijaya. Istana Dharmawangsa yang terletak di kota Wwatan hangus terbakar. Dharmawangsa sendiri tewas dalam serangan tersebut, sedangkan Airlangga lolos dari maut. Tiga tahun kemudian Airlangga membangun istana baru di Wwatan Mas dan menjadi raja sebagai penerus takhta mertuanya.
Titik balik sejarah tanah jawa adalah pada masa Airlangga, ketika  lolos dari serangan raja Wurawuri, kemudian lari ke wonogiri sampai akhirnya membangun kembali dinasti kerajaan medang yang disebut dengan dinasti Isyana. Airlangga membangun kembali kerajaan di daerah Watan Mas, di gunung penanggungan (trawas mojokerto). Kerajaan itu disebut sebagai Kerajaan Kahuripan, yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa
Mengapa Airlangga membangun kerajaan awalnya di penanggunangan ? tentunya hal ini secara logika adalah tempat yang dirasa cukup aman dari kejaran raja-raja lain. Secara spiritual, wilayah ini adalah sesuai dengan arahan dari guru spritual airlangga yaitu Mpu Bharada & Mpu Narotama. Kejadian ini mirip dengan eksodusnya bani israil ke tanah yang dijanjikan setelah terjadi pembuangan (diaspora).

Sidoarjo Tanah Perantara

Ketika Airlangga naik takhta tahun 1009 itu, wilayah kerajaannya hanya meliputi daerah Sidoarjo dan Pasuruan saja, karena sepeninggal Dharmawangsa Teguh, banyak daerah bawahan yang melepaskan diri. Pada tahun 1023, Kerajaan Sriwijaya yang merupakan musuh besar Wangsa Isyana dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India. Hal ini membuat Airlangga lebih leluasa mempersiapkan diri untuk menaklukkan pulau Jawa. Berikut foto Candi Jolotundo terletak di lereng Gunung Penanggungan, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto
Sejak tahun 1025, Airlangga memperluas kekuasaan dan pengaruhnya seiring dengan melemahnya Sriwijaya. Mula-mula yang dilakukan Airlangga adalah menyusun kekuatan untuk menegakkan kembali kekuasaan Wangsa Isyana atas pulau Jawa. Namun awalnya tidak berjalan dengan baik, karena menurut prasasti Terep (1032), Watan Mas kemudian direbut musuh, sehingga Airlangga melarikan diri ke desa Patakan. Berdasarkan prasasti Kamalagyan (1037), ibu kota kerajaan sudah pindah ke Kahuripan (daerah Sidoarjo sekarang). Inilah sebuah simbol dan makna dari luapan lumpur lapindo yang terjadi sebagai bagian untuk menarik perhatian masyarakat akan sejarahnya jaman dulu. Sidoarjo tempat lumpur lapindo berada merupakan sebuah kerajaan kuno, leluhur dari kerajaan kerajaan tanah jawa.
Kerajaan yang baru dengan pusatnya di Kahuripan, Sidoarjo ini, wilayahnya membentang dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Pantai utara Jawa, terutama Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya. Airlangga juga memperluas wilayah kerajaan hingga ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali.
Peninggalan kerajaan itu adalah CANDI PRADA serta PRASASTI WATUMANAK yang dibangun pada masa Airlangga. Dulu, warga Siring dan Renokenongo menyebut situs itu sebagai PUNDEN PRADA. Candi Belahan di Desa Wonosunyo, Gempol merupakan peninggalan  Airlangga, raja Kahuripan, setelah meninggal diujudkan sebagai dewa Wisnu pada candi Belahan dan Jolotundo

Kediri Tanah Tujuan

Sedikit demi sedikit Airlangga mulai memperluas daerah, akhinya untuk dapat mengontrol daerah yang luas yang telah direbut kembali, maka kota kerajaan berpindah ke Daha, Kediri Menurut prasasti Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (daerah Kediri sekarang). Inilah sebuah makna dan simbol dari setelah kejadian lumpur lapindo sidoarjo, maka giliran berikutnya muncul anak kelud di kediri.
Perpindahan kota kerajaan dari sidoarjo ke kediri menurut beberapa pendapat di akibatkan adanya peristiwa alam, Prasasti Kamalagyan 1037 M, Airlangga membuat bendungan untuk mengatur daerah aliran sungai Brantas. yang semula mengalir ke utara tiba-tiba mengalir ke timur memutuskan hubungan negeri Kahuripan  dengan laut,  Airlangga membangun bendungan besar di Waringin Pitu dan memaksa aliran sungai Brantas kembali mengalir ke utara.
Apakah perpindahan dari sidoarjo ke kediri hanya sekedar memilih tempat yang lebih aman dari bencana ? hal ini terbantahkan sebab setelah Airlanggaa pindah, kerajaan di sidoarjo tetap masih ada yang kemudian di berikan kepada anak. Hal yang paling logis mengenai perpindahan ini adalah secara geopolitik pusat kekuasaan berada agak di tengah pulau jawa merupakan titik sentral untuk mengatur segala administrasi (mengontrol) wilayah kerajaan yang luas.
Pada akhir pemerintahannya, Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan perebutan takhta antara kedua putranya. Calon raja yang sebenarnya, yaitu Sanggramawijaya Tunggadewi, yang dikenal sebagai Dewi  Kilisuci memilih menjadi pertapa dari pada naik takhta. (legenda gunung kelud). Foto tempat pertapaan Dewo KiliSuci
Pada akhir November 1042, Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua, yaitu bagian barat bernama Kadiri beribu kota di Daha, diserahkan kepada Sri Samarawijaya, serta bagian timur bernama Janggala beribu kota di Kahuripan, diserahkan kepada Mapanji Garasakan. Setelah turun takhta, Airlangga menjalani hidup sebagai pertapa sampai meninggal sekitar tahun 1049.
Sejarah mencatat, kerajaan yang masih eksis saat itu adalah kerajaan kadiri dengan bukti yang ditemukan cukup banyak, sedangkan kerajaan di Sidoarjo sepertinya hilang di telan bumi karena peninggalan bangunan maupun benda lain tidak cukup banyak ditemukan. Pada prasasti Hantang, atau biasa juga disebut prasasti Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya Kadiri menang. Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk desa Ngantang yang setia pada Kadiri selama perang melawan Janggala. Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kadiri.

Malang Tanah Merdeka

Setelah masa emas terjadi pada masa JayaBaya, maka Kadiri mengalami keruntuhan, Raja terakhir kadiri adalah Kertajaya. Kerajaan Panjalu-Kadiri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya, dan dikisahkan dalam Pararaton dan Nagarakretagama. Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana yang kemudian meminta perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri. Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kadiri, yang sejak saat itu kemudian menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari.
Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kadiri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Singhasari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang. Jayakatwang memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin oleh Kertanegara, karena dendam masa lalu dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kadiri, namun hanya bertahan satu tahun dikarenakan serangan gabungan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.
Satu kerajaan bernaman Kahuripan dipecah menjadi dua Kerajaan  yaitu Jenggala dan Kediri, Akhirnya  bersatu lagi dengan jalan peperangan yang dimenangkan Kadiri, kemudian Kadiri hancur, dikalahkan oleh singasari.  Pada masa itu Kertanegara sebagai raja terakhir singasari sangat ambisius untuk menjadi penguasa sehingga mengirimkan pasukan ke Luar Pulau, dan juga Kertanegara yang menolak tunduk pada utusan mongolia (ku blaikhan), ketika pasukan sedang kosong di kota kerajaan kertanegara, saat itulah pasukan jayakatwang berhasil mengalahkan singasari.
Menurut prasasti Kudadu, pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang terhadap kekuasaan Kerajaan Singhasari. Raden Wijaya ditunjuk Kertanegara untuk menumpas pasukan Gelang-Gelang yang menyerang dari arah utara Singhasari. Wijaya berhasil memukul mundur musuhnya. Namun pasukan pemberontak yang lebih besar datang dari arah selatan dan berhasil menewaskan Kertanagara. Foto  candi singasari
Menyadari hal itu, Raden Wijaya melarikan diri hendak berlindung ke Terung di sebelah utara Singhasari. Namun karena terus dikejar-kejar musuh ia memilih pergi ke arah timur. Dengan bantuan kepala desa Kudadu, ia berhasil menyeberangi Selat Madura untuk bertemu Arya Wiraraja penguasa Songeneb (nama lama Sumenep).
Bersama Arya Wiraraja, Raden Wijaya merencanakan siasat untuk merebut kembali takhta dari tangan Jayakatwang. Wijaya berjanji, jika ia berhasil mengalahkan Jayakatwang, maka daerah kekuasaannya akan dibagi dua untuk dirinya dan Wiraraja. Siasat pertama pun dijalankan. Mula-mula, Wiraraja menyampaikan berita kepada Jayakatwang bahwa Wijaya menyatakan menyerah kalah. Jayakatwang yang telah membangun kembali negeri leluhurnya, yaitu Kerajaan Kadiri menerimanya dengan senang hati. Ia pun mengirim utusan untuk menjemput Wijaya di pelabuhan Jungbiru.
Siasat berikutnya, Wijaya meminta Hutan Tarik di sebelah timur Kadiri untuk dibangun sebagai kawasan wisata perburuan. Wijaya mengaku ingin bermukim di sana. Jayakatwang yang gemar berburu segera mengabulkannya tanpa curiga. Wiraraja pun mengirim orang-orang Songeneb untuk membantu Wijaya membuka hutan tersebut. Menurut Kidung Panji Wijayakrama, salah seorang Madura menemukan buah maja yang rasanya pahit. Oleh karena itu, desa pemukiman yang didirikan Wijaya tersebut pun diberi nama Majapahit.

Mojokerto Tanah Pusat

Catatan Dinasti Yuan mengisahkan pada tahun 1293 pasukan Mongol sebanyak 20.000 orang dipimpin Ike Mese mendarat di Jawa untuk menghukum Kertanagara, karena pada tahun 1289 Kertanagara telah melukai utusan yang dikirim Kubilai Khan raja Mongol. Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan pasukan Mongol ini untuk menghancurkan Jayakatwang. Ia pun mengundang Ike Mese untuk memberi tahu bahwa dirinya adalah ahli waris Kertanagara yang sudah tewas. Wijaya meminta bantuan untuk merebut kembali kekuasaan Pulau Jawa dari tangan Jayakatwang, dan setelah itu baru ia bersedia menyatakan tunduk kepada bangsa Mongol. Jayakatwang yang mendengar persekutuan Wijaya dan Ike Mese segera mengirim pasukan Kadiri untuk menghancurkan mereka. Namun pasukan itu justru berhasil dikalahkan oleh pihak Mongol. Selanjutnya, gabungan pasukan Mongol dan Majapahit serta Madura bergerak menyerang Daha, ibu kota Kerajaan Kadiri. Jayakatwang akhirnya menyerah dan ditawan dalam kapal Mongol.
Setelah Jayakatwang dikalahkan, Wijaya meminta izin untuk kembali ke Majapahit mempersiapkan penyerahan dirinya. Ike Mese mengizinkannya tanpa curiga. Sesampainya di Majapahit, Wijaya membunuh para prajurit Mongol yang mengawalnya. Ia kemudian memimpin serangan balik ke arah Daha di mana pasukan Mongol sedang berpesta kemenangan. Serangan mendadak itu membuat Ike Mese kehilangan banyak prajurit dan terpaksa menarik mundur pasukannya meninggalkan Jawa. Wijaya kemudian menobatkan dirinya menjadi raja Majapahit. Menurut Kidung Harsa Wijaya, penobatan tersebut terjadi pada tanggal 15 bulan Karttika tahun 1215 Saka, atau bertepatan dengan 12 November 1293.
Dalam memerintah Majapahit, Wijaya mengangkat para pengikutnya yang dulu setia dalam perjuangan. Nambi diangkat sebagai patih Majapahit, Lembu Sora sebagai patih Daha, Arya Wiraraja dan Ranggalawe sebagai pasangguhan. Pada tahun 1294 Wijaya juga memberikan anugerah kepada pemimpin desa Kudadu yang dulu melindunginya saat pelarian menuju Pulau Madura. Foto dibawah peninggalan jaman majapahit, sebagai candi tikus.
Pada tahun 1295 seorang tokoh licik bernama Mahapati menghasut Ranggalawe untuk memberontak. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Nambi sebagai patih, dan menjadi perang saudara pertama yang melanda Majapahit. Setelah Ranggalawe tewas, Wiraraja mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pasangguhan. Ia menagih janji Wijaya tentang pembagian wilayah kerajaan. Wijaya mengabulkannya. Maka, sejak saat itu, wilayah kerajaan pun hanya tinggal setengah, di mana yang sebelah timur dipimpin oleh Wiraraja dengan ibu kota di Lamajang (nama lama Lumajang).
Pada tahun 1300 terjadi peristiwa pembunuhan Lembu Sora, paman Ranggalawe. Dalam pemberontakan Ranggalawe, Sora memihak Majapahit. Namun, ketika Ranggalawe dibunuh dengan kejam oleh Kebo Anabrang, Sora merasa tidak tahan dan berbalik membunuh Anabrang. Peristiwa ini diungkit-ungkit oleh Mahapati sehingga terjadi suasana perpecahan. Pada puncaknya, Sora dan kedua kawannya, yaitu Gajah Biru dan Jurudemung tewas dibantai kelompok Nambi di halaman istana.
Setelah majapahit berkuasa, terjadi sebuah peristiwa perang bubat, Perang Bubat adalah perang yang terjadi pada tahun 1279 Saka atau 1357 M pada abad ke-14, yaitu di masa pemerintahan raja Majapahit Hayam Wuruk. Perang terjadi akibat perselisihan antara Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit dengan Prabu Maharaja Linggabuana dari Kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat, yang mengakibatkan tewasnya seluruh rombongan Sunda
Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit. Menurut Kidung Sundayana, timbul niat Mahapatih Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajah Mada ingin memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta, sebab dari berbagai kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukkan Majapahit, hanya kerajaan Sunda lah yang belum dikuasai.
Dengan maksud tersebut, Gajah Mada membuat alasan oleh untuk menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat adalah bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit. Gajah Mada mendesak[rujukan?] Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin, tetapi sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan pengakuan superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Hayam Wuruk sendiri disebutkan bimbang[rujukan?] atas permasalahan tersebut, mengingat Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Majapahit pada saat itu.

Demak Tanah Kedua

Giliran kekuasaan beralih lagi dari setrelah kediri dihancurkan oleh singasari, kemudian lahir generasi majapahit, maka akhir dari majapahit ketika itu dipimpin oleh Brawijaya V. Singkat kata, raja Brawijaya V ini ‘dihadiahi’ oleh penguasa C, yakni putri Cina bernama Tan Eng Kian, tidak lama setelah itu, mengahap pula Raja Campa, Raja Champa sendiri yang datang. Diiringi oleh para pembesar Kerajaan dan ikut juga dalam rombongan, Dewi Anarawati. Raja Champa banyak membawa upeti sebagai tanda takluk. Dan salah satu upeti yang sangat berharga adalah Dewi Anarawati sendiri. Singkat cerita, Raja Brawijaya menikah dengan 2 putri dari negeri lain, sampai akhirnya istri muda (putri campa) cemburu kepada si istri tua, hingga meminta kepada raja untuk di ceraikan. Singkat cerita, Tan Eng Kian diceraikan. Lantas putri China  diserahkan kepada Adipati Palembang Arya Damar untuk diperistri. Adipati Arya Damar adalah peranakan China. Dia adalah putra selir Prabhu Wikramawardhana, Raja Majapahit yang sudah wafat yang memerintah pada tahun 1389-1429 Masehi, dengan seorang putri China pula.
Nama China Adipati Arya Damar adalah Swan Liong. Menerima pemberian seorang janda dari Raja adalah suatu kehormatan besar. Perlu dicatat, Swan Liong adalah China muslim. Dia masuk Islam setelah berinteraksi dengan etnis China di Palembang, keturunan pengikut Laksamana Cheng Ho yang sudah tinggal lebih dahulu di Palembang. Oleh karena itulah, Palembang waktu itu adalah sebuah Kadipaten dibawah kekuasaan Majapahit yang bercorak Islam.Arya Damar menunggu kelahiran putra yang dikandung Tan Eng Kian sebelum ia menikahinya. Begitu putri China ini selesai melahirkan, dinikahilah dia oleh Arya Damar.
Anak yang lahir dari rahim Tan Eng Kian, hasil dari pernikahannya dengan  Brawijaya, adalah seorang anak lelaki. Diberi nama Tan Eng Hwat. Karena ayah tirinya muslim, dia juga diberi nama Hassan. Kelak di Jawa, dia terkenal dengan nama Raden Patah. Raden Patah membentuk kerajaan Demak yang akhirnya melawan majapahit, hingga kerajaan demak menang. Kerajaan Islam Demak didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1475-1518 M. Di Bintoro Demak. Pada saat itu kerajaan Majapahit sedang mengalami kemunduran, sehingga mudah bagi Raden Patah untuk mendirikan kerajaan sendiri lepas dari kerajaan Majapahit.

Periode Raja Demak
  1. Raden Patah ( 1500 – 1518 )
Nama kecilnya terkenal dengan sebutan Pangeran Jimbun, dan setelah menjadi raja bergelar Sultan Alam Akbar al Fatah. Pada masa pemerintahan Raden Patah, kerajaan Demak menjadi kerajaan besar dan menjadi pusat penyebaran agama Islam yang penting. Untuk itu, dibangunlah Masjid Agung Demak.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, di satu sisi membuat kedudukan Demak semakin penting arti dan peranannya sebagai pusat penyebaran agama Islam. Namun, di sisi lain hal itu juga merupakan ancaman bagi kekuasaan Demak. Oleh karena itu, pada tahun 1513, Demak mengirim armadanya untuk menyerang Portugis di Malaka dibawah pimpinan Pati Unus, putra Raden Patah. Serangan yang dibantu oleh Aceh dan Palembang itu gagal karena kualitas persenjataan yang kurang memadai.
2. Pemerintahan Pati Unus ( 1518 – 1521 )
Pada tahun 1518 Raden Patah wafat kemudian digantikan putranya yaitu Pati Unus. Pati Unus terkenal sebagai panglima perang yang gagah berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap Portugis di Malaka. Karena keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran Sabrang lor. Ia juga mengirim Katir untuk mengadakan blokade terhadap Portugis di Malaka, sehingga mengakibatkan Portugis kekurangan bahan makan.
3. Pemerintahan Sultan Trenggono ( 1521 – 1546 )
Pati Unus tidak memiliki putra. Ketika wafat , tahta kerajaan diganti oleh adiknya yang bernama Raden Trenggono. Di bawah pemerintahan Sultan Trenggono, Demak mencapai masa kejayaan. Ia dikenal sebagai raja yang bijaksana dan gagah berani. Wilayah kekuasaannya sangat luas yaitu meliputi Jawa Timur dan Jawa Barat.
Musuh utama Demak adalah Portugis yang mulai memperluas pengaruhnya ke Jawa Barat dan merencanakan mendirikan benteng Sunda Kelapa. Pada tahun 1522 Sultan Trenggono mengirim tentaranya ke Sunda kelapa dibawah pimpinan Fatahillah. Pengiriman pasukan Demak ke Jawa Barat bertujuan untuk mengusir bangsa Portugis. Tahun 1527 Fatahillah beserta para pengikutnya berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Sejak itulah, Sunda Kelapa diganti namanya menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan yang sempurna ( kini dikenal dengan Jakarta )
Sultan Trenggono bercita-cita menyatukan pulau Jawa di bawah kekuasaan Demak. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut Sultan Trenggono mengambil langkah sebagai berikut :
  • menyerang Jawa Barat ( Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon ) dipimpin Fatahillah
  • menyerang daerah Pasuruan di Jawa Timur ( kerajaan Hindu Supit Urang ) dipimpin Sultan Trenggono sendiri, serangan ke Pasuruan tidak membawa hasil karena Sultan Trenggono meninggal
  • mengadakan perkawinan politik. Misalnya : Fatahillah dijodohkan dengan adiknya, Pangeran Hadiri dijodohkan dengan puterinya ( adipati Jepara ), Joko Tingkir dijodohkan dengan puterinya ( adipati Pajang ), Pangeran Pasarehan dijodohkan dengan puterinya ( menjadi Raja Cirebon ).

Antara Antara Lumpur Lapindo dan Gunung Kelud

Setelah tanah jawa bergolak di masa 700-1900 M, akhirnya sampai saat ini islam menjadi agama mayoritas di tanah jawa, namun dimulai tahun 2006, maka bumi tanah jawa satu demi satu bencana datang. Sudah dua daerah yang terkena yaitu Desa Jatirejo dan siring timur , kecamatan porong terkena lumpur lapindo dan desa kinahrejo Kecamatan Cangkiringan, Sleman terkena semburan awan panas gunung merapi.
Lumpur Lapindo mengingatkan kita pada kerajaan jenggala / Kahuripan di Sidoarjo, anak kelud menunjukkan pada kerajaan di kediri dan merapi menunjukkan pada mataram baik kuno maupun yang islam. Kesemua ini, kerajaan kerajaan yang dulu ada,  telah hilang musnah, disebabkan peperangan, baik secara idiologis, daerah maupun keyakinan.
Sebuah peristiwa alam yang menandakan isi perut bumi yang bergejolak, hingga sebuah totonan yang nyata dari anak gunung kelud, perlahan tetapi pasti muncul air danau yang ada di kawah gunung kelud menjadi hilang karena munculnya anak gunung kelud. Itulah anak gunung kelud sebagai iktibar akan  air berupa kehidupan akan hilang di masa yang akan datang, dikarenakan ulah manusia sebagaimana musnahnya kerajaan jaman dahulu disebabkan perebutan materi antar manusia. Episode kehancuran tanah jawa akan berulang lagi, sampai pada suatu masa muncul kembali ajaran suci sebagai kembalinya tanah demak sebagai tanah kedua, setelah yang pertama hancur.
Lir ilir, lir ilir tandure wis sumilir   (Lir ilir, lir ilir tanamannya sudah mulai bersemi)
Tak ijo royo – royo (Hijau Royo royo)
Tak sengguh temanten anyar (demikian menghijau bagaikan pengantin baru)
Cah angon – cah angon penekno blimbing kuwi (Anak-anak penggembala, panjatkan pohon blimbing itu )
Lunyu – lunyu peneen kanggo mbasuh dododiro (Biar licin tetap panjatkan untuk mencuci pakaian-mu)
Dododiro – dododiro kumitir bedah ing pinggir (Pakainmu itu tertiup2 angin dan sobek di pinggir pinggirnya)
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore (Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore )
Mumpung pandang rembulane (Selagi terang (sinar) bulan-nya)
Mumpung jembar kalangane (Mumpung luas kesempatannya)
Sun surako surak hiyo (Mari bersorak-sorak ayo…)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar